Pemanfaatan Limbah Cangkang Telur Ayam Negeri Dalam Formulasi Krim Tabir Surya


 Dosen tetap STIKES Nani Hasanuddin Makassar Yusnita Usman, S.Si.,M.Si.,Apt.  melaksanakan salah satu Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu Penelitian dengan judul “Pemanfaatan Limbah Cangkang Telur Ayam Negeri Dalam Formulasi Krim Tabir Surya” dengan ringkasan hasil penelitian sebagai berikut :
Limbah cangkang telur yang dibuang di sembarang tempat dan disimpan pada temperatur ruangan dengan cepat akan menimbulkan bau belerang yang tidak menyenangkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan metode alternatif dalam pengolahan dan penggunaan  limbah cangkang telur tersebut menjadi suatu produk yang bermanfaat.  Penyusun utama dari cangkang telur  yaitu kalsium karbonat (CaCO3) dapat dihaluskan sampai ukuran serbuk sekecil mungkin sehingga diperoleh tekstur berupa bedak tabur yang dapat berfungsi sebagai penahan sinar ultraviolet (UV). Kalsium karbonat memiliki aktivitas sebagai tabir surya dengan mekanisme fisik yakni memantulkan sinar UV. Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan limbah cangkang telur  menjadi bahan aktif dalam formulasi  krim tabir surya.
Tahapan penelitian ini dimulai dengan pengolahan cangkang telur ayam ras dengan cara terlebih dulu direndam dengan air panas selama 15 menit kemudian dijemur hingga kering dan dipisahkan membran putih yang melekat pada cangkang kemudian dihaluskan dan diayak menggunakan ayakan 200 mesh dan hasilnya dipanaskan dengan oven selama 15 menit pada suhu 100ºC. Selanjutnya  bubuk cangkang  tersebut kemudian diformulasi menjadi sediaan krim tabir surya dengan tipe emulsi minyak dalam air (M/A) dengan konsentrasi zat aktif F1(10%) dan F2 (15%).  Krim tersebut kemudian dievaluasi kestabilan fisik yang meliputi uji organoleptis, tipe emulsi, kriming, viskositas dan pH serta inversi fase sebelum dan setelah kondisi dipercepat selama 12 jam secara bergantian  pada suhu 5oC dan 35oC sebanyak 10 siklus. Untuk melihat stabilitas fisik krim, hasil evaluasi fisik sebelum dan setelah penyimpangan dipercepat kemudian dianalisa secara statistik menggunakan uji T parsial dengan tinggat kepercayaan 95% dan P < 0,05 dinyatakan bermakna.
Uji daya hantar listrik yang dilakukan sebelum dan setelah penyimpanan dipercepat pada F1 dan F2 menunjukkan tipe krim adalah minyak dalam air (m/a) selama 10 siklus dan tidak terjadi perubahan. Berdasarkan hasil pengujian tersebut, maka dibuktikan bahwa kedua formulasi sediaan krim mempunyai tipe emulsi m/a dan tidak terjadi inversi fase setelah kondisi penyimpanan dipercepat.
Pengujian dengan metode dispersi larutan zat warna dilakukan menggunakan zat warna metilen biru pada F1 dan F2 sebelum dan setelah dilakukan penyimpanan dipercepat yang dilakukan selama 10 siklus. Dari metode dispersi larutan zat warna, kedua sediaan krim menunjukkan perubahan warna dari putih menjadi biru muda. Berdasarkan hasil pengujian tersebut, maka dibuktikan bahwa kedua formulasi sediaan krim mempunyai tipe emulsi m/a dan hal ini sekaligus menunjukkan tidak terjadi inversi fase setelah kondisi penyimpanan dipercepat.
Pengujian dengan metode pengenceran berdasarkan medium pendispersi menunjukkan  sediaan krim F1 dan F2 dapat terencerkan dengan aquadest. Berdasarkan hasil tersebut, maka dibuktikan bahwa kedua formulasi sediaan krim yakni F1 dan F2 mempunyai tipe emulsi m/a dan tidak terjadi inversi fase setelah kondisi penyimpanan dipercepat.
Hasil pengamatan organoleptik yang telah diamati sebelum dan setelah penyimpanan dipercepat pada sediaan krim F1dan F2 menunjukkan bahwa tidak terjadi perubahan warna dan bau selama 10 siklus. pada F1 dan F2 Warnanya putih tulang, dan baunya tetap khas. hal ini dapat diartikan bahwa krim cangkang telur memiliki stabilitas yang baik dalam penyimpanannya. Untuk pengamatan volume kriming menunjukkan tidak terjadinya kriming pada F1 dan F2. Hasil pemeriksaan pH menunjukkan tidak ada perubahan pH pada F1 dan F2 dan nilai pH  krim=6 masih berada dalam kisaran pH kulit.
Pengukuran viskositas dilakukan menggunakan viskometer brookfield dengan “spindle” no 7 rpm 50. Viskositas F1 siklus 0 dan siklus 10 berturut-turut adalah 20800 ; 24800 (dimana P=0,564 > 0,05). Sedangkan viskositas F2 siklus 0 dan siklus 10 berturut-turut adalah 23200 ; 25600 (dimana P=0,574 > 0,05). Berdasarkan uji T parsial perubahan viskositas yang terjadi baik di F1 maupun F2 dinyatakan tidak bermakna karena P>0,05. Sehingga dapat dikatakan kedua formula krim masih dianggap stabil karena perubahannya dianggap tidak bermakna secara statistik.
Berdasarkan 4 parameter uji stabilitas fisik dibuktikan bahwa kedua formula krim yakni F1 dan F2 tidak mengalami perubahan organoleptik, pH serta tidak terjadi kriming setelah penyimpanan dipercepat. Kedua formula mengalami perubahan viskositas ditandai dengan meningkatkanya viskositas baik F1 dan F2 setelah penyimpanan  dipercepat. Tetapi perubahan tersebut dinyatakan tidak bermakna menurut analisis statistic dengan uji T parsial sehingga F1 dan F2 masih dapat dikategorikan memiliki stabilitas fisik yang baik dan memenuhi prasyarat sediaan krim.



Sampel Cangkang Telur Ayam Negeri

Penimbangan Bahan

Pembuatan Krim

Uji Daya Hantar Listrik

Uji Dispersi Zat Warna dengan Metilen Biru

Uji Pengencaran dengan Medium Pendispersi (Aquadest)

Tampak Atas Uji Oranoleptis Krim

Pengukuran Vikositas Krim

Uji PH

Pengukuran Volume Kriming

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »