Uji Efek Antioksidan Formulasi Sediaan Sirup Ekstrak Kulit Buah Jeruk Bali (Citrus Maxima Merr.) Terhadap Malondialdehid Tikus Putih (Rattus Novergicus) Yang Diinduksi Karbon Tetraklorida

Dosen STIKES Nani Hasanuddin Makassar, Suryanita,S.Farm.,M.Si.,Apt dan Hasma,S.Farm.,M.Si.,Apt telah Melaksanakan salah satu Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu Penelitian dengan Judul uji efek antioksidan formulasi sediaan sirup ekstrak kulit buah jeruk bali (citrus maxima merr.) terhadap malondialdehid tikus putih (rattus novergicus) yang diinduksi karbon tetraklorida”

Radikal bebas merupakan molekul atau atom apa saja yang tidak stabil karena memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan, Radikal bebas yang terbentuk dalam tubuh akan menghasilkan radikal bebas yang baru melalui reaksi berantai yang akhirnya jumlahnya terus bertambah dan menyerang sel-sel tubuh yang akan menyebabkan terjadinya kerusakan jaringan, sehingga perlu adanya antioksidan dari luar untuk mengahancurkan radikal bebas yang dapat menyebabkan kerusakan sel. Kulit buah jeruk Bali merupakan salah satu tanaman yang diketahui memiliki kandungan senyawa flavonoid yang bersifat antioksidan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antioksidan sirup ekstrak etanol kulit buah jeruk Bali secara in vivo pada hewan uji tikus. Tahapan penelitian ini yaitu: (1) membuat ekstrak etanol kulit buah jeruk Bali (2) membuat sediaan sirup ekstrak kulit buah jeruk Bali yang mengandung 1% ekstrak (F1), 2% ekstrak (F2), 3% ekstrak (F3), dan tanpa ekstrak kulit buah jeruk Bali (F4) sebagai kontrol negatif; (3) menguji stabilitas sediaan sirup sebelum dan sesudah penyimpanan dipercepat selama 12 siklus, (4) sirup dengan stabilitas terbaik diuji aktivitas penghambatan peroksidasi lipidnya secara in vivo dengan paramater kadar MDA plasma darah pada tikus putih yang diinduksi Karbon Tetraklorida.

Uji Evaluasi Formula Sirup Ekstrak Kulit Buah Jeruk Bali

Formulasi sirup ini dibuat menggunakan zat aktif tunggal, variasi konsentrasi zat aktif dan tanpa zat aktif. Pengujian kestabilan pada sirup dilakukan sebelum dan sesudah diberikan kondisi penyimpanan dipercepat, yaitu penyimpanan dengan menggunakan climatic chamber pada suhu rendah dan suhu lebih tinggi dari suhu normal yaitu 50C dan 350C masing-masing selama 12 jam sebanyak 12 siklus. Evaluasi meliputi uji organoleptik, uji viskositas, dan pengukuran pH, adapun hasilnya dapat dilihat sebagai berikut :

1. Pengamatan organoleptik sirup

Hasil pengamatan organoleptik terhadap sediaan sirup meliputi warna, aroma, dan rasa baik sebelum maupun sesudah kondisi penyimpanan dipercepat dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Hasil pengujian organoleptik formula sirup ekstrak kulit buah jeruk Bali (Citrus maxima Merr.)

 

 

Keterangan:

F1 = formula yang mengandung ekstrak kulit buah jeruk Bali 1%

F2 = formula yang mengandung ekstrak kulit buah jeruk Bali 2%

F3 = formula yang mengandung ekstrak kulit buah jeruk Bali 3%

F4 = formula yang tidak mengandung ekstrak kulit buah jeruk Bali

Pada pengujian organoleptik bisa dilihat dimana F1 memiliki bau khas jeruk, rasa manis dan berwarna orange. F2 memiliki bau khas jeruk, rasa kurang manis dan warna coklat tua. F3 memiliki bau khas jeruk, rasa agak pahit dan warna coklat tua. F4 bau khas jeruk, rasa sangat manis dan berwarna kuning bening karena tidak mengandung ekstrak kulit bauh jeruk Bali. Tingginya konsetrasi ekstrak mempengaruhi rasa dan warna pada sirup namun tidak mempengaruhi bau. Setelah dilakukan penyimpanan dipercepat pada suhu 50C dan 350C masing-masing 12 jam selama 12 siklus tak ada perubahan bau, rasa dan warna pada sirup ini menunjukkan bahwa sediaan sirup stabil.

Gambar 1. Sediaan sirup sebelum penyimpanan

Gambar 2. Sediaan sirup setelah penyimpanan

  2. Uji viskositas

Hasil pengukuran uji viskositas menunjukkan terjadi perubahan kekentalan pada semua formula sirup setelah dilakukan penyimpanan dipercepat pada suhu 50C dan 350C masing-masing 12 jam selama 12 siklus. Perubahan yang terjadi dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Hasil pengujian viskositas formula sirup ekstrak kulit buah jeruk Bali (Citrus maxima Merr.)

 

Keterangan:

F1 = formula yang mengandung ekstrak kulit buah jeruk Bali 1%

F2 = formula yang mengandung ekstrak kulit buah jeruk Bali 2%

F3 = formula yang mengandung ekstrak kulit buah jeruk Bali 3%

F4 = formula yang tidak mengandung ekstrak kulit buah jeruk Bali

                 Dari data yang diperoleh terlihat bahwa terjadinya penurunan nilai viskositas pada semua formula. Penurunan nilai viskositas sirup sebelum dan sesudah penyimpanan dipercepat pada formula 1 (F1), formula 2 (F2), formula 3 (F3) dan formula 4 (F4) berturut-turut diperoleh penurunan viskositas sebesar 6,7 cps, 3,3 cps, 3,3 cps, dan 8,3 cps.

Gambar 3. Diagram nilai viskositas sediaan sirup ekstrak kulit buah jeruk Bali sebelum dan setelah penyimpanan dipercepat


Keterangan :

F1 = formula yang mengandung ekstrak kulit buah jeruk Bali 1%

F2 = formula yang mengandung ekstrak kulit buah jeruk Bali 2%

F3 = formula yang mengandung ekstrak kulit buah jeruk Bali 3%

F4 = formula yang tidak mengandung ekstrak kulit buah jeruk Bali

 Semakin kecil perubahan viskositas maka semakin stabil sirup tersebut. Hali ini merupakan efek normal penyimpanan suatu sirup saat disimpan secara bergantian pada temperatur tinggi dan rendah. Umumnya sirup akan menjadi lebih encer pada suhu tinggi dan menjadi lebih kental apabila dibiarkan mencapai suhu rendah. Uji perubahan viskositas menunjukkan bahwa sirup formula 2 dan formula 3 yang memiliki nilai penurunan viskositas yang cukup sedikit.

3.     Pengukuran pH sirup

                Pengujian pH merupakan salah satu parameter yang penting karena nilai pH yang stabil dari larutan menunjukkan bahwa proses distribusi dari bahan dasar dalam sediaan merata. Nilai pH yang dianjurkan untuk sirup adalah berkisar antara 4-7 (Ditjen POM, 1995).

                Hasil pH sirup tidak menunjukkan perubahan yang berarti setelah dilakukan penyimpanan dipercepat pada suhu 50C dan 350C masing-masing 12 jam selama 12 siklus. Seperti yang terlihat pada tabel 3.

Tabel 3. Hasil pengukuran pH formula sirup ekstrak kulit buah jeruk Bali (Citrus maxima Merr.)

 

Keterangan:

F1 = formula yang mengandung ekstrak kulit buah jeruk Bali 1%

F2 = formula yang mengandung ekstrak kulit buah jeruk Bali 2%

F3 = formula yang mengandung ekstrak kulit buah jeruk Bali 3%

F4 = formula yang tidak mengandung ekstrak kulit buah jeruk Bali

 Berdasarkan hasil yang diperoleh semua formula memiliki nilai kestabilan pH yang hampir sama pada saat sebelum dan setelah penyimpanan dan masuk dalam rentang pH sediaan yang masih diterima lambung manusia yaitu pH 3-6.  

Gambar 4. Diagram nilai pH sediaan sirup ekstrak kulit buah jeruk Bali sebelum dan setelah penyimpanan dipercepat   

Keterangan :

F1 = formula yang mengandung ekstrak kulit buah jeruk Bali 1%

F2 = formula yang mengandung ekstrak kulit buah jeruk Bali 2%

F3 = formula yang mengandung ekstrak kulit buah jeruk Bali 3%

F4 = formula yang tidak mengandung ekstrak kulit buah jeruk Bali

 Pada gambar 4 terlihat bahwa nilai pH rata-rata masing-masing formula dihari pertama dan setelah penyimpanan dipercepat tidak memperlihat perubahan. Hal ini menunjukkan bahwa keempat formula sirup semuanya stabil. Nilai pH yang stabil dalam sebuah sediaan menunjukkan bahwa proses distribusi dari bahan dasar dalam sediaan merata (Ditjen POM, 1995).

Semakin tinggi konsentrasi ekstrak dalam formula menunjukkan nilai pH yang juga semakin meningkat. Pada diagram memperlihatkan bahwa F3 (3%) menunjukkan nilai pH yang paling tinggi dan F4 (tanpa ekstrak) menunjukkan nilai pH yang paling rendah. Dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa hanya F3 yang memenuhi syarat nilai pH sirup yaitu 4.

                Berdasarkan uji stabilitasi yang telah dilakukan baik uji organoleptik, uji viskositas dan uji pH, maka formula yang terpilih untuk dilanjutkan pada pengujian in vivo adalah F3, karena memiliki kestabilan pada uji organoleptik, uji pH dan uji viskositas yang paling baik serta memiliki nilai pH yang memenuhi syarat untuk sediaan sirup.

 

Pengujian secara in vivo dengan pengukuran kadar MDA plasma darah tikus

Penelitian ini dilakukan untuk melihat aktivitas antioksidan ekstrak kulit buah jeruk Bali yang telah dibuat dalam bentuk sedian sirup terhadap kadar MDA plasma darah tikus yang telah diinduksi menggunakan karbon tetraklorida (CCl4).

Sirup yang digunakan pengujian ini adalah sirup yang memiliki stabilitas paling baik, yaitu F3 yang mengandung ekstrak kulit buah jeruk Bali sebanyak 3%. F3 dipilih untuk dilanjutkan pada pengujian in vivo karena memiliki kestabilan yang paling bagus dan nilai pH yang memenuhi syarat untuk sediaan sirup dan akan dibandingkan dengan dispersi ekstrak etanol kulit buah jeruk Bali 3% serta F4 (Formula tanpa ekstrak) sebagai kontrol negatif.

Gambar 5. Diagram rata-rata kadar MDA plasma dengan pemberian F4 (sirup tanpa ekstrak), E (dispersi ekstrak 3%), dan F3 (sirup yang mengandung ekstrak 3%) pada saat sebelum perlakuan, setelah diinduksi CCl4 dan setelah perlakuan 15 hari

Keterangan :

*      = signifikan (P<0,05) dibandingkan kelompok yang diberi formula 4 (F4)

                Dari hasil penelitian pada kelompok I (F4) sebagai kontrol negatif terjadi peningkatan MDA setelah diinduksi CCl4 dan setelah perlakuan selama 15 hari kadar MDA tidak memperlihatkan penurunan yang signifikan. Ini menunjukkan terjadinya peroksidasi lemak yang disebabkan adanya radikal bebas (Suryohudoyo, 1993). Kemudian pada kelompok II (E) dengan hasil uji Tukey-HSD menunjukkan perbedaan kadar MDA yang signifikan dengan kelompok kontrol negatif (F4) di hari setelah induksi CCl4 dan setelah perlakuan selama 15 hari dengan nilai P= 0,011 (P<0,05), sedangakan kelompok III (F3) menunjukkan perbedaan kadar MDA yang sangat signifikan dengan kontrol negatif (F4) setelah induksi CCl4 dan setelah perlakuan selama 15 hari dengan nilai P=0,000 (P<0,05). Penurunan kadar MDA pada kelompok II dan III membuktikan bahwa ekstrak kulit buah jeruk Bali mengandung senyawa yang mampu mencegah terjadinya peroksidasi lipid yakni senyawa flavonoid yang berfungsi sebagai antioksidan  (Choi et al., 2007).

                Penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak kulit buah jeruk Bali lebih memberikan efek jika dibuat dalam bentuk sediaan sirup daripada dalam bentuk ekstrak, adanya zat tambahan asam sitrat yang terdapat dalam sediaan sirup kemungkinan memberikan efek sinergis dari ekstrak kulit buah jeruk Bali sehingga penurunan kadar MDA dalam bentuk sediaan sirup jauh lebih baik. Sebagaimana  diketahui bahwa salah satu fungsi asam sitrat adalah sebagai antioksidan (Rowe et al, 2009).

Karbon tetraklorida (CCl4) merupakan xenobiotik yang lazim digunakan untuk menginduksi peroksidasi lipid dan keracunan. Dalam endoplasmik retikulum hati CCl4 dimetabolisme oleh sitokrom P450 2E1 (CYP2E1) menjadi radikal bebas triklorometil (CCl3*) (Jeon et al.,2003 dan Lin et al.,1998). Triklorometil dengan oksigen akan membentuk radikal triklorometilperoxi yang dapat menyerang lipid membran endoplasmik retikulum dengan kecepatan yang melebihi radikal bebas triklorometil. Selanjutnya triklorometilperoxi menyebabkan peroksidasi lipid sehingga mengganggu homeostasis Ca2+ (Shanmugasundaram dan Venkataraman, 2006). Radikal peroksi lipid mampu mengoksidasi molekul lipid lainnya yang berdekatan sehingga terbentuk lipid hidroperoksida dan juga membentuk radikal karbon lainnya. Apabila radikal karbon tersebut bereaksi dengan oksigen, maka reaksi peroksidasi lipid akan terus berlanjut. Pembentukan endoperoksida lipid pada PUFA yang mengandung sedikitnya tiga ikatan rangkap akan mendorong pembentukan malondialdehida sebagai produk akhir dari reaksi peroksida tersebut (Murray et al., 2003). Malondialdehida (MDA), sebagai produk akhir peroksidasi lipid, dilaporkan sangat toksik terhadap membran sel, karena dianggap sebagai inisiator suatu reaksi, karsinogen, maupun sebagai mutagen (Murray et al., 2003). Itulah sebabnya sehingga MDA dapat digunakan sebagai indikator adanya kerusakan akibat radikal bebas. Semakin banyak radikal bebas yang masuk kedalam tubuh maka kadar MDA juga akan semakin meningkat sehingga dibutuhkan antioksidan untuk melindungi tubuh dari serangan radikal bebas.

Senyawa antioksidan endogen yang terdapat dalam tubuh seperti enzim superoksida dismutase (SOD), gluthatione, dan katalase tidak mempunyai jumlah berlebih, sehingga apabila terbentuk banyak radikal maka tubuh membutuhkan antioksidan eksogen. Adanya kekhawatiran kemungkinan efek samping yang belum diketahui dari antioksidan sintetik menyebabkan antioksidan alami menjadi alternatif yang sangat dibutuhkan, salahsatunya adalah senyawa fenolik yang mempunyai efek aktivitas antioksidan melalui mekanisme sebagai pereduksi, penangkap radikal bebas, pengkhelat logam, peredam terbentuknya singlet oksigen serta pendonor elektron. Flavonoid merupakan salah satu dari kelompok senyawa fenolik yang ditemukan dalam buah dan sayur seperti yang terdapat pada kulit buah jeruk Bali. Beberapa tahun belakangan ini, telah dibuktikan bahwa flavonoid memiliki potensi yang besar melawan penyakit yang disebabkan oleh radikal bebas (Sayuti dan Yenrina, 2015).

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »