Formulasi dan Uji In Vitro Nilai Sun Protecting Factor (SPF) Terhadap Krim Tabir Surya dari Bahan Aktif Cangkang Telur Ayam Ras

Formulasi dan Uji In Vitro Nilai Sun Protecting Factor (SPF) Terhadap Krim Tabir Surya dari Bahan Aktif Cangkang Telur Ayam Ras

 

Dosen Tetap Prodi DIII Farmasi STIKES Nani Hasanuddin Makassar, Yusnita Usman,S.Si.,M.Si.,Apt. dan Rahmatullah Muin,S.Farm.,M.Si. telah Melaksanakan salah satu Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu Penelitian dengan Judul Formulasi dan Uji In Vitro Nilai Sun Protecting Factor (SPF) Terhadap Krim Tabir Surya dari Bahan Aktif Cangkang Telur Ayam Ras. Hasil penelitian telah terpublikasi pada Jurnal Nasional terakreditasi peringkat 5 yakni Jurnal MIPA Unsrat Volume 10 Nomor  1  dengan No. e-ISSN 2302-3899 yang dapat diakses melalui https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jmuo/article/view/31188. Selain itu,  Penelitian ini telah memiliki surat Hak Cipta yakni telah terbit Surat Pencatatan Ciptaan yang didaftarkan pada Kementerian Hukum dan HAM dengan No. Aplikasi pendaftaran EC00202048685 dan No. Pencatatan Sertifikat 000218541 pada tanggal 12 November 2020 yang dapat diakses melalui https://e-hakcipta.dgip.go.id/index.php/list/235275

 

Sediaan tabir surya bekerja dengan mekanisme fisik atau kimiawi. Mekanisme fisik terjadi  dengan  cara  memantulkan  sinar  yang  mengenai  kulit  sedangkan  secara  kimiawi terjadi dengan menimbulkan dan mempercepat proses penggelapan kulit atau menyerap sinar ultraviolet (UV) B tetapi meneruskan UV A dalam kulit. Cangkang telur ayam ras memiliki kandungan utama sebanyak 95% kalsium karbonat, dimana zat tersebut memiliki efektifitas sebagai tabir surya dengan mekanisme fisik. Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan cangkang telur ayam ras sebagai bahan aktif dalam formulasi krim tabir surya dan melakukan uji in vitro nilai sun protecting factor (SPF) terhadap krim tersebut. Tahapan penelitian ini dimulai dengan pengolahan cangkang telur ayam ras dengan cara terlebih dulu direndam dengan air suhu 80°C selama 15 menit kemudian dipisahkan membran putih yang melekat pada cangkang. Setelah itu, cangkang dikeringkan menggunakan oven suhu 100°C dan kemudian dihaluskan dengan pengaduk elektrik hingga diperoleh serbuk. Serbuk yang dihasilkan kemudian diayak menggunakan ayakan 200 mesh. Selanjutnya bubuk cangkang tersebut kemudian diformulasi menjadi sediaan krim tabir surya dengan tipe emulsi minyak dalam air (M/A) menggunakan 2 konsentrasi yaitu F1 (10%) dan F2 (15%). Krim tersebut kemudian dievaluasi kestabilan fisik dan dihitung nilai SPF. Evaluasi kestabilan fisik krim meliputi uji organoleptis, tipe emulsi, kriming, viskositas dan pH serta inversi fase sebelum dan setelah kondisi dipercepat selama 10 siklus (1 siklus = krim disimpan secara bergantian selama 12 jam pada suhu 5°C dan 35°C). Kemudian ditentukan nilai SPF dari masing-masing konsentrasi krim menggunakan spektrofotometer uv-vis pada panjang gelombang 290-320 nm dan hasil pengukuran tersebut dimasukkan pada rumus SPF = CF x  290-320 EE  (λ)  x I (λ)  x Abs (λ).  Data hasil evaluasi kestabilan fisik krim dianalisis menggunakan SPSS dengan uji T parsial dengan tingkat kepercayaan 95% dan signifikansi dianggap bermakna jika P< 0,05. Sedangkan hasil penentuan nilai SPF dianalisis berdasarkan kategori proteksi tabir surya. Hasil penelitian menunjukkan secara organoleptik krim berwarna putih tulang dan tidak berbau, nilai pH 6 yang mendekati pH kulit dan tidak terjadi kriming. Krim F1 dan F2 mengalami peningkatan nilai viskositas setelah siklus 10, akan tetapi secara statistik perubahan tersebut tidak bermakna. Maka dapat dikatakan krim F1 dan F2 memiliki stabilitas fisik yang memadai dan memenuhi persyaratan. Hasil uji nilai SPF baik CT 7500; CT 9000, F1 dan F2 menunjukkan tidak ada perbedaan kategori proteksi UV. Semua kelompok menunjukkan aktivitas uv protektif dengan kategori ekstra.

 

Formulasi dan Uji Stabilitas Fisik Sediaan Krim

Formulasi yang dikembangkan pada penelitian ini adalah krim tabir surya menggunakan bahan aktif cangkang telur (CT) ayam ras yang dikelompokkan atas 2 perlakuan yaitu F1 (krim tabir surya dengan konsentrasi cangkang telur ayam ras 10%) dan F2 (krim tabir surya dengan konsentrasi cangkang telur ayam ras 15%). Kedua formula krim tersebut kemudian diperlakukan pada penyimpanan dipercepat (stress condition) yaitu melakukan penyimpanan formula krim pada dua suhu berbeda secara bergantian selama 12 jam yaitu suhu 5°C dan 35°C dihitung  sebagai 1 siklus (Pakki et al., 2009). Penyimpanan tersebut dilakukan selama 10 siklus. Usia guna 24 bulan diusulkan bila bahan aktif stabil dan tidak terjadi perubahan bermakna selama studi stabilitas terkendali (Fatmawaty et al., 2015).



 Pemeriksaan fisik krim dibagi atas 2 yakni pemeriksaan tipe emulsi dan pemerikaan fisik krim. Pemeriksaan tipe emulsi dilakukan dengan menggunakan 3 cara yaitu dengan daya hantar listrik, dispersi larutan warna dan pengenceran dengan medium pendispersi. Sedangkan pemeriksaan fisik dilakukan dengan melihat organoleptik, pH, volume kriming, dan viskositas. Hasil pengujian tipe emulsi dengan uji daya hantar listrik, metode dispersi larutan warna dan pengenceran dengan aquadest menunjukkan F1 dan F2 memiliki tipe emulsi m/a dan tidak terjadi inversi setelah penyimpanan dipercepat


 Hasil pengamatan organoleptik yang telah diamati sebelum dan setelah penyimpanan dipercepat pada sediaan krim F1 dan F2 menunjukkan bahwa tidak terjadi perubahan warna dan bau  serta tidak terjadi ketengikan selama 10 siklus. Hal ini dapat diartikan bahwa krim cangkang telur memiliki stabilitas yang baik   karena sesuai persyaratan krim tidak boleh tengik (Arisanty & Anita, 2018). Untuk pengamatan volume kriming menunjukkan tidak terjadinya kriming baik pada F1 dan F2 setelah 10 siklus. Petunjuk kriming fase terdispersi mengindikasikan tipe emulsi yang ada. Jika krim pada bagian atas emulsi, maka tipe emulsi adalah m/a sebaliknya jika krim berada pada bagian bawah, berarti tipe emulsi a/m (Elmitra, 2017). Hal ini sesuai dengan hasil pengamatan krim F1 dan F2 tidak mengalami kriming ke arah bawah karena merupakan tipe emulsi m/a. Hasil uji pH  menunjukkan F1 dan F2 memiliki nilai pH yang tidak berubah yakni 6.  pH ini masih merupakan memiliki pH yang sesuai dengan pH kulit yaitu 4-6,5 (Ulaen et al., 2012). Pengujian pH ini bertujuan mengetahui keamanan sediaan krim saat digunakan sehingga tidak mengiritasi kulit.



Pada umumnya dari semua pemeriksaan stabilitas fisik krim tidak mengalami perubahan. Krim mengalami perubahan pada pengukuran viskositas, dimana terjadi peningkatan viskositas setelah penyimpanan baik pada F1 dan F2.  Dimana, viskositas F1 siklus 0 dan siklus 10 berturut-turut adalah 20800 ; 24800 (dimana P=0,564 > 0,05). Sedangkan viskositas F2 siklus 0 dan siklus 10 berturut-turut adalah 23200 ; 25600 (dimana P=0,574 > 0,05). Berdasarkan uji T parsial perubahan viskositas yang terjadi baik di F1 maupun F2 dinyatakan tidak bermakna karena P>0,05. Sehingga dapat dikatakan kedua formula krim masih dianggap stabil karena perubahannya dianggap tidak bermakna secara statistik.

 

Uji In Vitro Nilai Sun Protecting Factor (SPF) Krim

 

Setelah diukur stabilitas fisik krim, dilakukan pengukuran nilai SPF pada cangkang, F1 dan F2. Efektivitas sediaan tabir surya didasarkan pada penentuan harga SPF yang menggambarkan kemampuan produk tabir surya dalam melindungi kulit dari eritema. Harga SPF dapat ditentukan secara in vitro dan secara in vivo (Rejeki dan Sri, 2015). Pada penelitian ini, pengukuran SPF sampel dilakukan secara in vitro menggunakan spektrofotometri UV-VIS dengan panjang gelombang 290-320 nm (UV B). Semua sampel uji terlebih dahulu dilarutkan dengan etanol p.a kemudian masing-masing larutan stok disonifikasi terlebih dulu agar menambah kelarutan larutan stok, selanjutnya disaring agar partikel yang tidak larut terpisahkan. Kemudian masing-masing dibuat pengenceran 7500 dan 9000 ppm untuk cangkang telur. Sedangkan F1 dan F2 masing-masing berturut-turut dibuat pengenceran setara dengan 7500 ppm ; dan 9000 ppm cangkang telur. Semua sampel uji kemudian diukur serapannya dengan selisih panjang gelombang 5 mulai dari 290 sampai 320 nm.

Sediaan dikatakan dapat memberikan perlindungan apabila memiliki nilai SPF 2-100 (Adhayanti et al., 2019).  Berdasarkan hasil pengujian nilai SPF (Mean+SD) CT 7500 ppm, CT 9000 ppm, F1 dan F2 berturut terut 8,129 + 0,021; 8,335 + 0,020; 7,253 + 0,018 dan 7,455 + 0,009. Nilai SPF setiap kelompok tersebut menunjukkan kategori proteksi UV adalah ekstra (Damogalad et al., 2013). Nilai SPF cangkang telur lebih besar dibandingkan F1 dan F2 tetapi masih dalam kategori proteksi yang sama. Jadi dapat dikatakan tidak ada perbedaan yang bermakna pada setiap perlakuan. 


 

Aktivitas proteksi terhadap sinar uv yang dimiliki baik pada cangkang telur maupun krim F1 dan F2 didasarkan pada kandungan cangkang telur ayam ras yakni 98% terdiri atas kalsium karbonat. Kalsium karbonat merupakan salah satu senyawa yang berfungsi sebagai  penghambat fisik (physical blocker) yaitu bekerja dengan memantulkan/ menghamburkan radiasi uv pada kulit (Rejeki & Wahyuningsih, 2015).